Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PUBG Haram? Stigma Negatif Game Di Masyarakat Indonesia


Disclaimer : Artikel ini merupakan opini dari kacamata blog yokiandika semata. Seperti di ketahui blog ini terbentuk karena kecintaan penulis blog dengan dunia game dan teknologi, namun saya sebagai penulis artikel dan pemilik blog ini akan menulis dengan se-obyektif  mungkin.
Beberapa waktu lalu kabar duka kembali menyerang saudara kita di New Zealand, turut berduka cita juga untuk para korban. Saya tidak akan bercerita mengenai seluk beluk dan kejadian yang ada di New Zealand, karena itu bukan tujuan dari saya menulis artikel ini. 

Tapi beberapa waktu yang lalu muncul kabar bahwa game menjadi salah satu penyebab terkait dengan aksi terror, dan beberapa kabar bahwa fatwa haram akan diluncurkan di beberapa game, salah satunya adalah PUBG Mobile. 

Saya mungkin telat mendengar kabar tersebut karena maklum saya jarang nonton tv dan berita mengenai kekerasan, karena saya cinta damai dan tidak suka kekerasan. 

Yang jadi permasalahan adalah apa benar game bisa dikaitkan dengan aksi kekerasan, aksi terror? 

Apa benar anak muda yang gemar bermain game lebih banyak kemungkinannya menjadi pelaku kekerasan? 

Dan tenang jika kalian para pecinta game ingin langsung mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, saya akan langsung jawab. Jawabannya adalah TIDAK.

Riset Tentang Hubungan Game Dengan Kekerasan 

Oke deh supaya bisa membuktikan kenapa tidak ada hubungan langsung antara game dengan kekerasan adalah dengan menunjukkan riset yang dilakukan ahli. 

Artikel yang ditulis oleh forbes, adalah sebuah rujukan awal yang bagus untuk kalian lihat. Inti dari artikel tersebut adalah tidak adanya hubungan yang langsung antara game dan kekerasan yang terjadi dikalangan anak muda. 

Penelitian studi ini dilakukan oleh seorang Professor bernama Andre Przybylski, dengan menggunakan sampling data berjumlah 2008 dengan umur 14 - 15 tahun. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa penelitian sebelumnya mengenai game berhubungan dengan kekerasan yang terjadi di kalangan pemuda, salah.

Kesimpulan yang diberikan Professor Andre Przybylski adalah sebagai berikut :
"The idea that violent video games drive real-world agression is a popular one, but it hasn't tested very well over time. Despite interest in the topic by parents and policy-makers, the research has not demonstrated that there is cause of concern"
Kalian bisa tahu kan arti dari perkataan peneliti tersebut, itu Professor lho yang ngomong bukan saya. Jadi intinya belum ada penelitian atau case yang bisa membuktikan bahwa game bisa menjadi penyebab menjadikan seseorang menjadi pelaku kekerasan. Memang topik ini bisa dikatakan selalu menjadi topik yang menarik untuk para orang tua dan pembuat kebijakan.

Cukup menarik jika ditarik sebuah benang merah adalah sebenarnya game ini sangat mudah untuk dijadikan sebuah kambing hitam, atau sesuatu yang disalahkan, baik dari orang tua, pembuat kebijakan, dan masyarakat pada umumnya terutama di Indonesia.

Bukan Game Yang Menyebabkan Serangan Teror

Memang melihat motivasi, dan penyebab seseorang bisa melakukan tindakan ekstrem seperti pelaku serangan terror tidak mudah, ada banyak faktor yang bisa menjadi motivasi dari tindakan tersebut.

Seorang Professor dari universitas Stanford mengatakan adanya 3 motif yang rasional kenapa seseorang atau group bisa melakukan tindakan terror, yaitu :
  • Situasi : yang bisa dibagi menjadi dua. 1) karena situasi dan kondisi yang memotivasi dan memungkinkan terjadinya radikalisasi dan memotivasi perasaan melawan musuh. 2) pemicu spesifik untuk melakukan tindakan.
  • Tujuan Strategis : seperti ingin menunjukkan penyebab mereka melakukan serangan terror, dll.
  • Motivasi individu : yang bisa jadi menjadi masalah dan kondisi psikologis si pelaku.

Kenapa Game Selalu Mendapat Stigma Negatif?

Oke kita lanjut kenapa game ini sangat mudah untuk menjadi kambing hitam oleh masyarakat luas? dan bagaimana kita sebagai komunitas game memperbaiki stigma ini? 

Sebenarnya stigma negatif game sendiri sudah ada sejak lama dan bukan hanya terjadi di masyarakat indonesia, tapi stigma di masyarakat negara maju perlahan menghilang, sementara itu untuk negara - negara berkembang stigma tersebut masih lekat menempel. Kenapa? kita coba lihat bedah satu persatu.

Kenapa bisa para pemain game selalu mendapat stigma negatif?

Game Dianggap Menghabiskan Waktu Produktif 

Beberapa anggapan buruk dan stigma dari masyarakat yang sangat populer adalah game itu tidak berguna dan sangat menghabiskan waktu. Masyarakat melihat sebuah game menjadi sebuah kegiatan yang tidak berguna hanya menghabiskan waktu.

Bukankah jika dilihat game sama hal nya dengan tayangan TV, drama, dan acara hiburan lainnya? mereka juga menghabiskan waktu menonton acara di TV? 

Menurut pendapat saya, awal mula dari kenapa game yang lebih banyak disalahkan adalah karena pada waktu itu belum ada yang namanya industri esports, jadi apa maksudnya? jadi gini, bayangkan acara TV, drama dll, mereka adalah sebuah industri dan menghasilkan penghasilan. Sedangkan game belum menunjukkan hal itu, cuma baru - baru ini di indonesia ngetrend yang namanya esports.

Di negara maju hal tersebut memang sudah dari beberapa tahun silam sudah mulai hilang stigma ini dan mulai mendukung para gamer, dengan memberikan pengarahan dan wadah di dunia esports dan game ini.

Game Dianggap Menjadikan Anak "Nakal"

Sudah saya tulis di artikel ini bahwa game tidak ada hubungannya dengan kekerasan. Bahkan dibeberapa sumber juga menyebutkan bahwa game tidak ada hubungannya dengan perilaku nakal.

Tapi harus diakui beberapa hal negatif yang diberikan adalah seperti "trash-talking", atau istilah orang indonesia adalah toxic atau ngomong jorok, bisa disebabkan dari game. Dari penelitian yang dilakukan Professor Andre Przybylski, beliau tidak membantah bahwa ini adalah salah satu efek negatif dari game.

Ini yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah para komunitas game, dan sebenarnya juga sudah dimulai dengan gelaran kompetisi yang tentunya harus menghormati dan menjunjung tinggi sportifitas, tidak melakukan trash-talking, atau hal - hal negatif lainnya, merupakan bagian dari gelaran esports.

Orang Yang Bermain Game Dianggap Tidak Punya Tujuan Hidup 

Yang saya bingung adalah stigma seperti ini. Kenapa dengan bermain game bisa disebut tidak punya tujuan hidup? dan bukankah game itu hiburan? 

Jika saya lihat, komentar dan stigma ini muncul karena kita sebagai gamer atau pemain game, sibuk bermain game berjam - jam dan kita dianggap ketagihan game, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan masa depan. Begitulah awal dari stigma ini muncul menurut pandangan saya.

Menghilangkan Stigma Masyarakat Tentang Game 

Ada yang perlu digaris bawahi jika kita ingin menjadikan hobi kita ini mendapatkan pandangan yang baik di mata masyarakat. Faktor internal, dari komunitas game sendiri, dan tentunya dari faktor eksternal, seperti media, internet dan lain - lain.

Dari faktor internal, sudah banyak kok gamer berprestasi dari indonesia yang ikut berkompetisi di tingkat internasional. Mereka "membawa" nama indonesia di gelaran kompetisi internasional. Intinya, adalah tetap berkarya sebisa mungkin di dunia game.

Dari faktor eskternal, ini merupakan sebuah pekerjaan rumah karena apa? semua berita ini tersebar sangat cepat di internet, dan kita tidak mungkin bisa membendungnya. Tapi kita bisa memfilter diri kita atas informasi yang pengen kita lihat atau tidak.

Sebagai contoh saya tidak suka kekerasan, jadi informasi apapun mengenai kekerasan saya tidak akan mengkonsumsinya atau paling tidak mengurangi informasi tersebut.

Kesimpulan

Masih banyak sebenarnya pembahasan yang belu tuntas, tapi jika dilanjutkan tidak akan selesai dengan 2000 kata saja. Sebenarnya ada beberapa poin yang bisa diambil dari sini. Semua berawal dari sebuah penyebaran informasi dari internet kemudian menjadi booming. Bijak - bijaklah mencari informasi yang valid di internet sehingga kita tidak termakan isu hoax.

Sisi positif dari game memang banyak sekali dan pasti juga punya sisi negatif, hendaknya bersama - sama memupuk segi positif dan bersama juga menghilangkan berlahan sisi negatifnya.

Wah sudah terasa menjadi seorang motivator ya, okelah artikel ini cukup sampai disini. Jika ada kritik komentar, saran bisa langsung kirim di kolom komentar ya teman - teman. Terimakasih.

Baca juga artikel : 
Yoki Andika
Yoki Andika Well. I am a passionate blogger, drama lover, Tech lover, and Game Enthusiast, which will learn to write and speak English. Glad to see you here!

Post a Comment for "PUBG Haram? Stigma Negatif Game Di Masyarakat Indonesia"